MERAIH KEMBALI GEMILANG KESEHATAN ISLAM (bagian 3 dari 3 tulisan)

Menggali solusi ke akar masalah

Apa yang terjadi di dunia kesehatan pada dasarnya memiliki akar masalah yang sama, yakni sistem kapitalisme yang menggawanginya. Bila kita merunut masalah-masalah di dunia kesehatan, maka kita akan menemui beberapa sumber masalah yakni:

  1. Sistem pendidikan kesehatan
  2. Sistem produksi obat dan alat kesehatan
  3. Sistem distribusi obat
  4. Sistem penyelenggaraan kesehatan
  5. Kebijakan kesehatan

Sistem pendidikan kesehatan berperan besar mencetak pelaku-pelaku di bidang kesehatan. Sangat mahalnya biaya sekolah kesehatan yang mencapai ratusan juta bahkan bisa sampai milyaran jelas berkonsekuensi menghasilkan pelaku kesehatan yang berjiwa dagang. Logika mereka, kami telah banyak keluar uang untuk menjadi dokter, maka wajar bila kami mencari uang ‘balik modal’ setelah lulus nanti. Ini juga diperparah dengan rumit dan berbelit-belitnya untuk sekolah di kedokteran ditambah dengan waktunya yang relatif lebih lama dibanding dengan profesi yang lain. Hal ini menjadikan dokter lulusannya akan semakin semangat menuntut ‘balik modal’. Biaya yang tinggi ini, belum diimbangi dengan kualitas yang baik. Maka tidak heran bila kualitas tenaga medis kita masih dianggap inferior dibandingkan cetakan Barat.

Masalah selanjutnya adalah produksi obat yang menggunakan sistem paten. Penggunaan sistem paten tidak lebih dari upaya kaum kapitalis untuk memproteksi diri mereka agar jangan sampai produk Timur bisa mengungguli produk mereka[1]. Efek dari sistem paten ini juga adalah berlipat gandanya harga produksi obat. Ini semakin diperparah dengan sistem distribusi obat yang menggunakan model kerjasama farmasi dengan dokter. Biaya obat yang sudah mahal harus ditambah lagi dengan ongkos memberi komisi dokter apabila meresepkan obat tertentu, ongkos memberi berbagai fasilitas mulai dari hiburan, transport dan layanan-layanan lain kepada dokter asalkan mereka mau bekerjasama dengan peresepan obat tersebut. Dari sini kita bisa melihat tiga masalah pertama inilah yang berkontribusi besar dalam bengkaknya biaya pelayanan kesehatan.

Masalah keempat yang juga tidak kalah penting adalah model penyelenggaraan kesehatan yang masih menitikberatkan aspek kuratif (pengobatan) dibandingkan sistem preventif (pencegahan). Bagaimanapun biaya berobat jelas sangat mahal dibandingkan biaya pencegahan. Sebagai contoh, penyakit jantung koroner terapi utamanya adalah pemasangan stent[2] yang harganya mencapai puluhan juta atau operasi bedah pintas yang harganya bisa ratusan juta, ini masih harus dilanjutkan dengan konsumsi obat jangka panjang. Sebenarnya biaya yang tinggi itu bisa dihindari dengan sedini mungkin  menghindari faktor resiko penyebab jantung koroner, yakni tidak merokok, mencegah hipertensi dan diabetes mellitus serta dislipidemia dengan pola makan yang sehat dan olahraga yang cukup. Sayangnya, untuk hal ini pemerintah malah cenderung meracuni rakyatnya dengan membiarkan pabrik rokok terus beroperasi dan membiasakan rakyat dengan makanan-makanan ala junk food yang berpotensi besar merusak kesehatan.

Terakhir, kebijakan kesehatan yang kapitalistik. Pemerintah berprinsip bahwa kesehatan adalah hak semua orang, tetapi mereka harus bayar mahal untuk itu. Memang ada mekanisme yang diusung berupa asuransi kesehatan. Akan tetapi tetap saja modelnya adalah model profit kapitalistik. Untuk obat-obat tertentu tidak semua level bisa menikmatinya. Anggaran kesehatan yang digelontorkan juga masih minimal. Perhatian pada tenaga-tenaga medis masih sangat kurang. Tak heran, karena itu para tenaga medis berpikir lebih serius membuka praktek swasta dibandingkan tugas di Puskesmas atau Rumah sakit pemerintah. Ini baru dari aspek pelayanan. Apalagi dalam hal aspek riset kedokteran –dimana tolak ukur kemajuan kesehatan dinilai dari sini- kita melihat dukungan pemerintah terhadap temuan-temuan baru di bidang kedokteran betul-betul seadanya.

Secercah harapan, Kejayaan itu akan kembali

Kita sampai pada pertanyaan akhir, yakni mungkinkah umat Islam meraih kejayaan kembali di bidang kesehatan?

Kalau kita mau jujur. Sesungguhnya era kejayaan Islam di bidang kesehatan – termasuk di bidang lainnya – terjadi pada saat syariah Islam diterapkan dalam bingkai institusi khilafah Islam. Bila kita melihat permasalahan yang ada tadi, sesungguhnya jawaban terhadap masalah yang sangat kompleks itu hanya akan sanggup dijawab oleh sebuah institusi negara yang kuat yang pro terhadap kepentingan umat, bukan kepentingan pemodal. Kesehatan adalah bagian terintegrasi dengan masalah-masalah umat yang lain. Artinya ketika kita menjawab masalah kesehatan dengan Islam, kita juga menjawab masalah ekonomi dengan Islam, menjawab masalah politik dan lainnya dengan Islam. Kemampuan syariat Islam dalam menangani seluruh masalah kehidupan tidak diragukan lagi.

Islam memiliki model pendidikan yang terbukti berhasil mencetak produk seperti Ibnu Sina dan AlZahrawi, yang bukan hanya ahli di profesinya tapi shaleh dan faqih fiddiin. Maka prototype pendidikan Islam harus diwujudkan. Model pendidikan kesehatan harus betul-betul dibenahi dengan menjauhkannya dari sekularisme dan kapitalisme. Pendidikan kesehatan harus digratiskan namun dengan mutu yang tinggi. Sehingga output tenaga kesehatan yang dihasilkan adalah dokter dan perawat yang berkualitas, tidak dibayangi profit oriented, sholeh dan betul-betul bekerja mengobati dengan ikhlas pengabdian kepada Allah.

Selanjutnya, industri farmasi harus menghapuskan sistem paten. Khilafah harus melawan para raksasa industri farmasi yang menggurita dengan membangun tandingannya. Pola distribusi obat dengan kerjasama komisi farmasi-dokter juga harus dihapuskan sehingga biaya obat tidak melambung tinggi. Model penyelenggaraan kesehatan juga harus mengedepankan aspek preventif dengan memperbaiki sanitasi lingkungan, pembiasaan olahraga dengan pengadaan fasilitasnya, pengadaan sarana dan pembiasaan pola hidup bersih, menghapuskan sumber-sumber penyakit seperti pabrik-pabrik rokok, industri minuman keras, narkoba, dan tempat-tempat pelacuran. Selain itu yang tak kalah penting adalah pengadaan pangan yang bergizi dan bermutu tinggi seraya menghapus sarana dan kebiasaan makan yang jelek dari masyarakat.

Kebijakan ini tidak dapat diambil kecuali dengan mensinergikan dengan bidang-bidang yang lain seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya. Tak dipungkiri, untuk kesehatan yang bermutu tinggi harus ditopang dengan kekuatan ekonomi yang tinggi pula. Kebijakan untuk menggratiskan pendidikan kesehatan dan biaya pelayanan kesehatan yang gratis dapat ditempuh asalkan negara memiliki kekayaan yang cukup. Perlawanan terhadap kedigdayaan industri kapitalis Barat mesti didukung dengan politik yang kuat. Riset-riset yang hebat, pembangunan rumah sakit dan sarana-sarana kesehatan yang berkualitas harus didukung dengan kebijakan ekonomi dan politik yang hebat. Bentuk penyadaran pola hidup sehat harus dibenahi sesuai pola hidup Islami yang memang menghendaki dan menuntun umatnya agar terbiasa menjaga kesehatan.

Sehingga kuncinya saat ini apabila kita menghendaki kejayaan kesehatan Islam kembali, maka syariah Islam mesti kembali diterapkan dalam segala aspeknya secara totalitas. Bersamaan dengan itu, bukan hanya kesehatan yang kembali berjaya, namun pendidikan akan berjaya, ekonomi berjaya, politik berjaya, sosial budaya keamanan berjaya. Dan terlebih dari itu barakah dan rahmat Allah akan turun membanjiri semesta.

Wallahu’alam.

 

Referensi

 

AlGhazal, Sharif kaf. The influence of islamic philosophy and ethics on the development of medicine during the islamic reneissance. JISHIM. 2004. Vol 3 no. 6. Hal 3-9

Amhar, Fahmi. Ketika dunia belajar pengobatan. http://www.fahmiamhar.com/2011/07/ketika-dunia-belajar-pengobatan.html. diakses tanggal 28 Juni 2014.

Amhar, Fahmi. Ketika sehat bukan misteri. http://www.fahmiamhar.com/2009/12/ketika-sehat-bukan-misteri.html  diakses tanggal 28 Juni 2014.

Amhar, Fahmi. Pencegahan penyakit di masa khilafah. http://www.fahmiamhar.com/2011/10/pencegahan-penyakit-di-masa-khilafah.html. diakses tanggal 28 Juni 2014.

Amhar, Fahmi. Kedokteran islam pakai uji klinis. http://www.fahmiamhar.com/2008/12/kedokteran-islam-pakai-uji-klinis.html. diakses tanggal 28 Juni 2014.

Annabhani, Taqiyuddin. Peraturan hidup dalam islam. Pustaka Thariqul Izzah. Bogor: 2003

Arrumaikhon, Ali Sulaiman. Fiqih pengobatan islami. AlQowam publishing. Solo: 2008.

Basyier, Abu Umar. Kedokteran nabi, antara realitas dan kebohongan. Shafa Publika. Surabaya: 2011

Mushaf AlKamil, AlQuran dan terjemahannya.Penerbit Darussunnah. Jakarta: 2013.

 

[1] Inilah alasannya kenapa banyak produk herbal kita yang tidak bisa diakui sebagai obat medis. Karena harus melalui mekanisme yang sangat ketat dan perlu sokongan dana yang sangat besar untuk bisa diakui sebagai obat. Di samping itu, dunia farmasi saat ini dikuasai oleh para kapitalis-kapitalis raksasa yang ‘menjajah’ dunia pengobatan lokal kita.

[2] Pemasangan Stent merupakan metode pengobatan jantung koroner dimana arteri koroner yang menyempit diperlebar dengan menggunakan sejenis cincin yang dimasukkan ke dalam pembuluh koroner  melalui kateterisasi pembuluh darah

Leave a comment